BERITA TERKINI - DKI Jakarta memiliki sejumlah proyek infrastruktur untuk menanggulangi bencana banjir di Ibu Kota. Bahkan, proyek-proyek ini sudah diinisiasikan sebelum Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjabat.
Mulai dari multi purpose deep tunnel (MPDT) alias gorong-gorong raksasa yang sudah dicanangkan sejak tahun 2007, di mana kala itu Sutiyoso Gubernurnya.
Dari 4 proyek yang dirangkum detikcom, tak satu pun yang sudah rampung 100%. Bahkan, ada yang mangkrak dan hanya sebatas kajian.
Berikut sederet proyek infrastruktur antibanjir Jakarta dan progresnya:
1. Multi Purpose Deep Tunnel (MPDT) atau Terowongan 'Raksasa' Antibanjir
Proyek Multi Purpose Deep Tunnel (MPDT) atau terowongan raksasa pernah dijagokan untuk menjadi penangkal banjir di Jakarta. Terowongan 'ajaib' ini tak hanya berfungsi sebagai penampung air, namun juga untuk penghubung jalan tol, dan sebagainya.
Proyek terowongan raksasa ini digagas sejak tahun 2007, di kala Gubernur DKI Jakarta periode 1997-2007 Sutiyoso masih menjabat. Pada tahun 2013, proyek yang tak ada kabarnya itu kemudian disuarakan kembali ketika Joko Widodo (Jokowi) masih menjabat sebagai Gubernur DKi Jakarta.
Namun, sejak tahun 2015, proyek tersebut tak terdengar lagi kabarnya. Lantas, bagaimana perkembangan proyek tersebut? Apakah pemerintah masih melanjutkan proyek itu?
"Deep tunnel nggak ada rencana. Itu hanya wacana yang datangnya bukan dari PUPR," ungkap Direktur Jenderal Sumber Daya Air (SDA) Kementerian PUPR Hari Suprayogi kepada detikcom, Minggu (5/1/2020).
Bahkan, menurutnya usulan tersebut hanya sebatas kajian. Sehingga, tak ada realisasi.
"Nggak (diteruskan). Itu usulan untuk dikaji saja," ujar Hari.
Proyek yang masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2013-2017 digambarkan akan berdiameter 12 meter, dan membentang sepanjang 23 kilometer (km). Terowongan ini hanya akan ada 2 pintu keluar masuk kendaraan, yakni di Balai Kambang Condet Jakarta Timur dan di Tanjung Priok Jakarta Utara.
Pada tahun 2015,Deputi Menteri Koodinator Bidang Perekonomian bidang Infrastruktur Lucky Eko Wuryanto kala itu menyebut proyek tersebut tidak layak secara finansial. Cenderung mahal dan tidak akan begitu efektif mengatasi curah hujan yang tinggi di Jakarta dalam musim tertentu.
"Itu sih sebetulnya investasinya mahal. Kontribusinya untuk pengendalian banjir nggak banyak. Cuma bisa 5% sampai 10%," ungkap Lucky ditemui di kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kamis (12/2/2015).
Pada waktu itu, proyek raksasa diperkirakan membutuhkan dana Rp 26 triliun. Pemda DKI Jakarta sempat menghitung sanggup membiayai 70% atau Rp 18,2 triliun dari total proyek.
Menurut Lucky membangun proyek yang mahal namun tidak sebanding efeknya maka proyek itu bisa disebut tak layak. Lucky lebih memilih membangun proyek yang mahal namun sepadan dengan efek yang ditimbulkan seperti rencana Giant Sea Wall atau NCICD yang sudah menjadi program pemerintah pusat dan daerah.
2. Tanggul Raksasa Muara Baru
Kajian Badan Geologi Kementerian ESDM baru-baru ini bahkan menyebutkan intrusi air laut sudah mencapai wilayah Monas bagian utara. Intrusi air laut adalah naiknya batas antara permukaan air tanah dengan permukaan air laut ke arah daratan.
Guna memitigasi risiko tersebut, pemerintah membangun tanggul pengamanan pantai atau giant sea wall di Muara Baru, Jakarta Utara. Tanggul raksasa yang termasuk dalam National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) ini dibangun untuk menjaga sebagian wilayah Utara Jakarta yang terancam tenggelam di 2030 lantaran permukaan tanah yang terus turun.
Proyek tanggul raksasa dimatangkan pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang dilanjutkan dengan peletakan batu pertama atau groundbreaking. Sekarang Presiden Jokowi kembali melanjutkan proyek, setelah dikaji ulang selama dua tahun lamanya.
Pada tahap awal untuk mengurangi risiko banjir, banjir rob dan mencegah penurunan permukaan air tanah kota Jakarta dibangun tanggul laut sepanjang 20,1 km untuk melindungi area kritis.
Pembangunan tanggul fase darurat tersebut dibagi atas pembangunan tanggul sepanjang 4,5 km oleh Kementerian PUPR yang telah rampung pada tahun 2018 dan selebihnya oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan partisipasi pihak swasta di daerah kritis tersebut.
Untuk merampungkan mega proyek tersebut, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan bahwa pemerintah akan kembali bekerja sama dengan Belanda.
"Ini sudah sejak tiga tahun lalu bersama sama dengan Korea Selatan. Akan selesai Juli 2020 tapi kita teruskan" kata Basuki usai bertemu dengan Perdana Menteri Belanda Mark Rutte di Istana Bogor, Senin (7/10/2019).
3. Bendungan Ciawi dan Sukamahi
Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tengah membangun dua buah bendungan yakni Bendungan Ciawi dan Sukamahi yang keduanya berada di Kabupaten Bogor.
Ide pembangunan dua bendungan ini sebenarnya sudah ada tahun 2005 berdasarkan kesimpulan salah satu kajian yang menyebut, penyelesaian banjir Jakarta salah satunya adalah dengan mengendalikan debit air dari Bogor.
Namun, proyek tersebut baru disuarakan kembali ketika Jokowi masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Namun, pada tahun 2014, ada persoalan dalam pengadaan dana pembebasan lahan.
Lalu, proyek itu baru dilanjutkan pada akhir tahun 2016 ditandai dengan penandatanganan kontrak pembangunan proyek tersebut dengan pelaksana pembangunan adalah Kerja Sama Operasi Abipraya-Sacna dan Kerja Sama Operasi Wijaya-Basuko.
Hingga saat ini, pembangunan konstruksi Bendungan Ciawi sudah 44%, sementara Sukamahi 40% dan ditargetkan akhir tahun 2020 dua waduk penangkal banjir ini selesai pembangunannya.
4. Sodetan Ciliwung
Sodetan Ciliwung merupakan proyek penangkal banjir yang digagas saat Jakarta dilanda banjir besar pada tahun 2012. Sodetan ini menghubungkan Sungai Ciliwung dengan Banjir Kanal Timur (BKT).
Proyek ini dijagokan mampu mengalirkan air sungai Ciliwung ke BKT sampai dengan 60 milimeter per detik. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, bila sodetan ini beroperasi, beban di Pintu Air Manggarai dapat dikurangi.
Namun, proyek ini tersendat karena pembebasan lahan. Hingga kini dari 1,2 km sodetan yang mau dibangun, baru selesai 600 m.
Basuki masih menunggu Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan soal pembebasan lahan proyek. Basuki menjelaskan 600 m proyek yang selesai sudah mandek sejak tahun lalu tanpa pengerjaan lanjutan.
"Kalau sodetan tergantung Pak Gubernur (Anies Baswedan) tentang pembebasan lahan. In take-nya karena kita kan di bawah itu terowongan. Sampai sekarang sudah sampai Cipinang, jadi Otista sampai Cipinang sudah selesai, udah tahun yang lalu malah," kata Basuki di kantor Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Jumat (3/1/2020). [dtk]
Mulai dari multi purpose deep tunnel (MPDT) alias gorong-gorong raksasa yang sudah dicanangkan sejak tahun 2007, di mana kala itu Sutiyoso Gubernurnya.
Dari 4 proyek yang dirangkum detikcom, tak satu pun yang sudah rampung 100%. Bahkan, ada yang mangkrak dan hanya sebatas kajian.
Berikut sederet proyek infrastruktur antibanjir Jakarta dan progresnya:
1. Multi Purpose Deep Tunnel (MPDT) atau Terowongan 'Raksasa' Antibanjir
Proyek Multi Purpose Deep Tunnel (MPDT) atau terowongan raksasa pernah dijagokan untuk menjadi penangkal banjir di Jakarta. Terowongan 'ajaib' ini tak hanya berfungsi sebagai penampung air, namun juga untuk penghubung jalan tol, dan sebagainya.
Proyek terowongan raksasa ini digagas sejak tahun 2007, di kala Gubernur DKI Jakarta periode 1997-2007 Sutiyoso masih menjabat. Pada tahun 2013, proyek yang tak ada kabarnya itu kemudian disuarakan kembali ketika Joko Widodo (Jokowi) masih menjabat sebagai Gubernur DKi Jakarta.
Namun, sejak tahun 2015, proyek tersebut tak terdengar lagi kabarnya. Lantas, bagaimana perkembangan proyek tersebut? Apakah pemerintah masih melanjutkan proyek itu?
"Deep tunnel nggak ada rencana. Itu hanya wacana yang datangnya bukan dari PUPR," ungkap Direktur Jenderal Sumber Daya Air (SDA) Kementerian PUPR Hari Suprayogi kepada detikcom, Minggu (5/1/2020).
Bahkan, menurutnya usulan tersebut hanya sebatas kajian. Sehingga, tak ada realisasi.
"Nggak (diteruskan). Itu usulan untuk dikaji saja," ujar Hari.
Proyek yang masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2013-2017 digambarkan akan berdiameter 12 meter, dan membentang sepanjang 23 kilometer (km). Terowongan ini hanya akan ada 2 pintu keluar masuk kendaraan, yakni di Balai Kambang Condet Jakarta Timur dan di Tanjung Priok Jakarta Utara.
Pada tahun 2015,Deputi Menteri Koodinator Bidang Perekonomian bidang Infrastruktur Lucky Eko Wuryanto kala itu menyebut proyek tersebut tidak layak secara finansial. Cenderung mahal dan tidak akan begitu efektif mengatasi curah hujan yang tinggi di Jakarta dalam musim tertentu.
"Itu sih sebetulnya investasinya mahal. Kontribusinya untuk pengendalian banjir nggak banyak. Cuma bisa 5% sampai 10%," ungkap Lucky ditemui di kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kamis (12/2/2015).
Pada waktu itu, proyek raksasa diperkirakan membutuhkan dana Rp 26 triliun. Pemda DKI Jakarta sempat menghitung sanggup membiayai 70% atau Rp 18,2 triliun dari total proyek.
Menurut Lucky membangun proyek yang mahal namun tidak sebanding efeknya maka proyek itu bisa disebut tak layak. Lucky lebih memilih membangun proyek yang mahal namun sepadan dengan efek yang ditimbulkan seperti rencana Giant Sea Wall atau NCICD yang sudah menjadi program pemerintah pusat dan daerah.
2. Tanggul Raksasa Muara Baru
Kajian Badan Geologi Kementerian ESDM baru-baru ini bahkan menyebutkan intrusi air laut sudah mencapai wilayah Monas bagian utara. Intrusi air laut adalah naiknya batas antara permukaan air tanah dengan permukaan air laut ke arah daratan.
Guna memitigasi risiko tersebut, pemerintah membangun tanggul pengamanan pantai atau giant sea wall di Muara Baru, Jakarta Utara. Tanggul raksasa yang termasuk dalam National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) ini dibangun untuk menjaga sebagian wilayah Utara Jakarta yang terancam tenggelam di 2030 lantaran permukaan tanah yang terus turun.
Proyek tanggul raksasa dimatangkan pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang dilanjutkan dengan peletakan batu pertama atau groundbreaking. Sekarang Presiden Jokowi kembali melanjutkan proyek, setelah dikaji ulang selama dua tahun lamanya.
Pada tahap awal untuk mengurangi risiko banjir, banjir rob dan mencegah penurunan permukaan air tanah kota Jakarta dibangun tanggul laut sepanjang 20,1 km untuk melindungi area kritis.
Pembangunan tanggul fase darurat tersebut dibagi atas pembangunan tanggul sepanjang 4,5 km oleh Kementerian PUPR yang telah rampung pada tahun 2018 dan selebihnya oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan partisipasi pihak swasta di daerah kritis tersebut.
Untuk merampungkan mega proyek tersebut, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan bahwa pemerintah akan kembali bekerja sama dengan Belanda.
"Ini sudah sejak tiga tahun lalu bersama sama dengan Korea Selatan. Akan selesai Juli 2020 tapi kita teruskan" kata Basuki usai bertemu dengan Perdana Menteri Belanda Mark Rutte di Istana Bogor, Senin (7/10/2019).
3. Bendungan Ciawi dan Sukamahi
Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tengah membangun dua buah bendungan yakni Bendungan Ciawi dan Sukamahi yang keduanya berada di Kabupaten Bogor.
Ide pembangunan dua bendungan ini sebenarnya sudah ada tahun 2005 berdasarkan kesimpulan salah satu kajian yang menyebut, penyelesaian banjir Jakarta salah satunya adalah dengan mengendalikan debit air dari Bogor.
Namun, proyek tersebut baru disuarakan kembali ketika Jokowi masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Namun, pada tahun 2014, ada persoalan dalam pengadaan dana pembebasan lahan.
Lalu, proyek itu baru dilanjutkan pada akhir tahun 2016 ditandai dengan penandatanganan kontrak pembangunan proyek tersebut dengan pelaksana pembangunan adalah Kerja Sama Operasi Abipraya-Sacna dan Kerja Sama Operasi Wijaya-Basuko.
Hingga saat ini, pembangunan konstruksi Bendungan Ciawi sudah 44%, sementara Sukamahi 40% dan ditargetkan akhir tahun 2020 dua waduk penangkal banjir ini selesai pembangunannya.
4. Sodetan Ciliwung
Sodetan Ciliwung merupakan proyek penangkal banjir yang digagas saat Jakarta dilanda banjir besar pada tahun 2012. Sodetan ini menghubungkan Sungai Ciliwung dengan Banjir Kanal Timur (BKT).
Proyek ini dijagokan mampu mengalirkan air sungai Ciliwung ke BKT sampai dengan 60 milimeter per detik. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, bila sodetan ini beroperasi, beban di Pintu Air Manggarai dapat dikurangi.
Namun, proyek ini tersendat karena pembebasan lahan. Hingga kini dari 1,2 km sodetan yang mau dibangun, baru selesai 600 m.
Basuki masih menunggu Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan soal pembebasan lahan proyek. Basuki menjelaskan 600 m proyek yang selesai sudah mandek sejak tahun lalu tanpa pengerjaan lanjutan.
"Kalau sodetan tergantung Pak Gubernur (Anies Baswedan) tentang pembebasan lahan. In take-nya karena kita kan di bawah itu terowongan. Sampai sekarang sudah sampai Cipinang, jadi Otista sampai Cipinang sudah selesai, udah tahun yang lalu malah," kata Basuki di kantor Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Jumat (3/1/2020). [dtk]