BERITA TERKINI - Polri menyebut jual beli data kependudukan di media sosial bukan karena kebocoran data di pihak Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dukcapil Kemendagri).
Data kependudukan yang diduga diperjualbelikan itu adalah Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Kartu Keluarga (KK).
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo mengatakan telah mengetahui bagaimana cara salah satu akun yang sedang dibidik oleh kepolisian mendapatkan data kependudukan tersebut.
Akun tersebut mendapatkan data dari registrasi masyarakat ketika masuk ke tempat-tempat yang membutuhkan peninggalan identitas (KTP) seperti hotel.
"Data yang didapat akun tersebut, didapat dari masyarakat yang ketika mau meregistrasi masuk ke hotel, kemudian masuk ke tempat-tempat tertentu menyerahkan KTP, maka itu sebagai pemulung identitas," ujarnya di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (1/8).
Dedi mengatakan Dukcapil dapat memastikan jika data kependudukan tidak akan bocor. Data yang diperjualbelikan itu pun dinilai telah merugikan masyarakat.
Saat ini, kata Dedi, sudah terdapat beberapa tersangka dari pengusutan kasus tersebut. Namun hal itu ditangani oleh Polda Metro Jaya.
"Polda nanti sampaikan, sudah ada beberapa tersangka," tuturnya.
Dedi mengatakan Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh telah melaporkan soal jual beli data tersebut ke Bareskrim Mabes Polri. Namun pada pengusutan yang dilakukan, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri justru menemukan unggahan berupa hoax jual beli data tersebut.
Diketahui, grup Dream Market Official sempat menjadi perbincangan di media sosial. Beberapa foto percakapan dalam grup itu menunjukkan transaksi jual beli data kependudukan.
Jumlah yang diperjualbelikan pun ratusan hingga ribuan data kependudukan. [cnn]