Berita Terkini - Kasus kesalahan penginputan data form C-1 ke Sistem Hitung (Situng) Komisi Pemilihan Umum (KPU) dikritisi. Petugas yang lalai itu diminta untuk ditindak sesuai hukum.
Menurut Koordinator Relawan Rumah Aspirasi Prabowo-Sandi, Lieus Sungkharisma, kasus salah hitung itu harus mendapat perhatian khusus dari KPU. Lembaga yang dinakhodai Arief Budiman itu diminta untuk tidak menggampangkan masalah tersebut. “Cuma bilang human error. Kok, enak sekali, ya,” kata Lieus ditemui di Jakarta, Minggu (21/4) ini.
Dia mendesak petugas yang terbukti salah menginput data itu diproses secara etik dan pidana. Kesalahan oknum petugas itu dianggap berimbas pada respons publik yang meragukan kredibilitas KPU. “Harus diperiksa. Di Undang-undang itu ada ancaman pidana dan denda,” tuturnya.
Dengan diberi sanksi, kata Lieus,akan membuat petugas KPU lebih hati-hati dalam bekerja. Sebab, petugas tidak boleh salah sedikit pun menghitung suara Pilpres 2019. “Itu harus segera didenda dan dipidana. Biar kapok. Ini bukan main-main, kelihatannya sederhana,” pungkasnya.
Sementara itu, mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto menilai Pemilu 2019 merupakan pemilu terburuk setelah reformasi.
Dia khawatir kandidat yang terpilih tidak sesuai dengan hasil Pilpres sesungguhnya. “Sebetulnya yang dikhawatirkan ada tiga hal. Pertama jangan sampai yang memenangkan Pemilu lain, yang mendapatkan suara terbanyak lain tapi yang menjadi presiden orang lain juga,” kata Bambang dalam kesempatan yang sama.
Menurut Bambang, kualitas pemilu sangat ditentukan oleh kejujuran, bukan kerahasiaan. Prinsip pemilu yang langsung umum dan bebas rahasia sudah tidak bebas lagi.
“Sudah banyak di video itu ada orang yang dibawa ke tempat pemungutan suara itu suaranya dicoblos dan itu ada videonya dan sudah berkembang berarti bukan hoaks,” ujarnya.
Pada kesempatan itu Bambang mengapresiasi inisiatif masyarakat mengungkap dugaan kecurangan itu. “Ada gerakan yang luar biasa yang sangat masif, yang ingin menjelaskan (ke publik) ada berbagai kecurangan hari ini muncul,” tandasnya.
Sebelumnya, Komisioner KPU Pramono Ubaid Tantowi menyatakan, hingga Jumat (19/4), ada lima TPS yang tersebar di lima daerah yang dilaporkan salah input dokumen C-1 di aplikasi situng. Yakniya di Maluku, Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah, Riau, dan Jakarta Timur. “Kami apresiasi informasi-informasi seperti itu. Itu memang yang kami tunggu dari publikasi situng kami,” ujarnya di kantor KPU RI, Jakarta.
Suasana petugas KPU sedang melakukan penginputan data C-1 hasil dari Pemilu 2019 pada 17 April 2019 lalu. (Fedrik Tarigan/Jawa Pos). |
Sebelumnya kekeliruan angka di situng ramai dibicarakan di media sosial (medsos). Seperti di TPS 17 Jempong Baru, Sekarbela, Kota Mataram. Di TPS itu perolehan suara Prabowo-Sandi tertulis 159 di situng. Di C1 tercatat 189 suara. Kemudian, di TPS 093 Bidara Cina, Jakarta Timur, perolehan suara Prabowo-Sandi tercatat 56. Di form C1 tertulis 162 suara.
Di aplikasi percakapan juga banyak beredar video pengecekan hasil situng. Misalnya di TPS 20 Dumai Kota, Kota Dumai, Riau. Suara Prabowo-Sandi yang diinput tertulis 41, sedangkan angka perolehan di foto formulir C1 adalah 141.
Atas informasi itu, kata pria yang biasa disapa Pram tersebut, menjadi masukan bagi penyelenggara. Setelah mendapat koreksi, KPU langsung memerintah KPU daerah melakukan perbaikan. Pada prinsipnya input C1 merupakan tugas penyelenggara di daerah.
Mantan aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) tersebut menegaskan, kesalahan itu murni keluputan petugas dalam memasukkan data C1. Dia membantah isu yang menyebut bahwa kesalahan disebabkan adanya serangan siber.
“Kami pastikan itu sama sekali bukan karena serangan hack atau serangan siber. Itu betul-betul semata-mata kesalahan entri. Kami sangat terbuka untuk melakukan koreksi,” imbuhnya.[jpc]